Penting Dibaca Untuk Dibaca Kepada ANggota IREMA | Diharapkan Dapat berkontribusi di Website IREMA ini dengan Cara Mengirimkan Artikel, E-book, URL Website, atau Informasi Apapun, yang Pasti akan disimpan di BLog ini, dengan syarat tidak berasal dari Aliran Sesat

Sabtu, 23 Mei 2009

Media Global dan Islam

Sangatlah penting untuk memahami landasan penopang media Barat dan akar penyebab kebencian terhadap Islam. Ini bisa dilihat dari peliputan media Barat terhadap Blok Komunis hingga kejatuhannya di penghujung 1989. Sejak dimulainya Perang Dingin, media dan juga Pemerintahan Barat mengambil tindakan agresif melawan Blok Komunis. Ini terlihat dari histeria AS melalui kampanye McCarthyisme di awal 1950an dan obsesinya terhadap kasus Kuba dan Vietnam di awal 1960an.

Sumber kebencian ini berlandaskan kepentingan ideologis antara Komunisme dan Kapitalisme. Namun dengan jatuhnya Komunisme maka Islam kembali muncul di permukaan sebagai rival ideologi Barat. ‘The Red Menace is Gone. But Here’s Islam. the Green Menace,’ adalah judul artikel yang ditulis oleh Elaine Sciolino pada tanggal 21 January 1996 di harian New York Times.

Ahli politik AS ternama Samuel Huntington menyatakan bahwa Perang Dingin hanyalah suatu fakta sejarah yang ‘sekejap dan superfisial’, ketika disandingkan dengan perseteruan berabad-abad antara peradaban Barat menghadapi peradaban Islam. Sumber kebencian ini berasal dari Kapitalisme, yang memisahkan gereja dari negara (agama dari politik) yang menjadi pokok sekularisme. Dasar pemikiran ini tidak hanya menolak pengaturan kehidupan oleh tuntunan wahyu tetapi juga berjuang untuk mematikan setiap usaha yang terkait dengan penerapan wahyu. Maka, sekularisme menuntut agar agama dibatasi dalam ranah privat saja.
Islam, di lain pihak, sangat menentang ide seperti itu. Islam menuntut bahwa Syariah diterapkan tidak hanya di ranah privat tapi juga di lingkup publik. Sebagaimana argumentasi Francis Fukuyama,” Islam adalah ideologi yang sistematis dan koheren sebagaimana Liberalisme dan Komunisme, yang memiliki kode etik moralitas yang unik dan doktrin tersendiri tentang politik dan keadilan sosial.”

Dengan itu, Huntington berkesimpulan,” Selama Islam masih tetap sebagai Islam (insha Allah, –tambahan penulis) dan Barat masih tetap sebagai Barat (yang sangat diragukan — tambahan penulis), maka konflik antara dua peradaban dan pandangan hidup yang berbeda ini akan terus menentukan bentuk dan sifat hubungan di antara keduanya di masa depan…”[5]

Sumber pencitraan Islam yang negatif adalah bersifat Ideologis, karena tidak bisa dipungkiri bahwa prinsip dasar Islam berlawanan dengan Kapitalisme. Dengan demikian, bisa dipahami adanya jurnalis yang kritis terhadap Islam, yang sekedar mengikuti trend anti-islam, atau yang bertindak sebagai oportunis. Tidak heran apabila produk jurnalisme yang ada terkesan tidak cerdas dan penuh dengan kebingungan. Tentu saja kita tidak perlu terkejut dengan adanya
media yang anti-Islam.

Banyak sekali contoh bias media dalam peliputan berita, misalnya dalam pelaporan Revolusi Berwarna yang terjadi di Asia Tengah. Di saat yang sama, sedikit sekali peliputan tentang peristiwa lain yang bisa membahayakan kepentingan Barat. Pembantaian yang terjadi di Andijan sedikit sekali diliput, karena AS dan Inggris memiliki kepentingan di Uzbekistan. Maka, tidak adanya peliputan atau peliputan yang berlebihan, keduanya adalah bagian dari manipulasi media.

Zionisme Invasi Israel di Gaza di tahun 2009 juga penuh dengan peliputan berita yang sangat bias dimana roket yang diluncurkan Hamas diberitakan dengan tidak imbang dibandingkan dengan pembantaian yang dilancarkan pasukan Israel. Banyak kalangan di Barat yang berempati dengan Israel, terutama kaum liberal dari generasi seusai Perang Dunia yang kini mengambil posisi di pemerintahan dan media. Ada juga kalangan lain yang bisa memahami sejarah perjuangan Israel, demokrasinya, standar kehidupannya yang tinggi, dan perannya sebagai tempat perlindungan bagi kaum diaspora yahudi yang tertindas selama berabad-abad.

Kalangan Kristen Kanan di AS dengan puluhan juta pengikut dan pendukung loyal terhadap Partai Republik, memiliki kekuatan media dan politik untuk mendukung Israel dan pimpinan Israel sayap kanan. Fakta seperti inilah yang membentuk opini di kalangan jurnalis ketika melaporkan peristiwa di Israel dan konflik apapun di sana. Ini sebabnya Israel mendapatkan peliputan yang bersifat mendukung. Pemerintah Israel mendapatkan banyak sekali kawan dalam industri media dan banyak warga Israel yang meraih posisi penting dalam media global akibat perjalanan sejarah Israel. Namun, korporasi media lah yang sebenarnya memiliki pengaruh terpenting dalam industri media global. Keberadaan opini di Barat yang secara umum memang lebih pro Israel, akan sangat tidak logis bagi korporasi media manapun untuk tidak mendukung Israel.

Ini semua menunjukkan bahwa tanpa adanya negara, akan sulit sekali untuk membentuk opini global. Israel telah menunjukkan bahwa populasi yang kecil tapi didukung oleh suatu negara ternyata mampu mencapai tujuan yang penting. Di lain pihak, raksasa media Barat dan jaringannya juga didukung oleh negara. Rupert Murdoch dan Ted Turner didukung oleh negara sekuler yang sangat berpengaruh. BBC, Sky dan CNN didukung oleh negara Kapitalis untuk menyebarluaskan ideologinya.Di sisi lain, media Islam tidak didukung oleh satu negara manapun